RAKYATNUSANTARA.ID, HUMBAHAS – Kasus kekerasan terhadap anak di bawah umur yang terjadi di UPT SD Negeri 54 Parsingguran II, Kecamatan Pollung, Kabupaten Humbang Hasundutan (Humbahas), Sumatera Utara diselesaikan secara kekeluargaan.
Kasus yang sempat viral dan telah sempat ditangani dan diselidiki polisi itu akhirnya berakhir damai setelah pihak korban dan terduga pelaku bersepakat untuk menyelesaikan kasus tersebut di luar jalur hukum.
Dalam beberapa jam setelah viral di platform media sosial karena disorot berbagai media, Kapolres Humbahas AKBP Hary Ardianto langsung memerintahkan personil penyidik dari Satreskrim Polres Humbahas bersama Personil Polsek Pollung guna menyelidiki kasus tersebut sejak Senin (3/2/2025).
Proses penyelesaian kasus tersebut dilakukan melalui restorative justice oleh polisi bersama kedua belah pihak di kantor Polsek Pollung, Selasa (4/2/2025).
“Untuk kasus kekerasan anak di UPT SD Negeri 54 Parsingguran II telah diselesaikan secara kekeluargaan lewat pendekatan restorative justice,” kata Kanitreskrim Polsek Pollung Bripka Rizal Sitorus kepada wartawan.
Adapun korban kekerasan anak diketahui berinisial DS (11) dan terduga pelaku berinisial RS (59).
Menurut keterangan Bripka Rizal Sitorus, kasus kekerasan anak di bawah umur ini sebelumnya akan dilaporkan orang tua korban ke Mapolres Humbahas. Namun ketika diarahkan dan diminta personil Polsek Pollung agar dilakukan mediasi secara kekeluargaan, pihak keluarga korban setuju.
“Dan pada hari ini juga kita kumpulkan semua keluarga korban dan terduga pelaku untuk mengakhiri masalah ini secara kekeluargaan”, sambung Rizal Sitorus.
“Akhirnya, pihak korban menghentikan perkara dan kedua belah pihak membuat surat kesepakatan perdamaian, dan surat pernyataan yang menjadi bagian penting dari penyelesaian kasus ini,” tambahnya kembali.
Ia mengakui penyelesaian kasus tersebut secara damai dihadiri oleh korban dan terduga pelaku serta keluarganya masing-masing. “Proses penyelesaian disaksikan orangtua korban dan orangtua dari pelaku,” katanya lagi.
Proses penyelesaian perkara ini, lanjut Rizal, mencerminkan upaya penegakan hukum yang mengedepankan restorasi keadilan dan keterlibatan aktif dari keluarga serta individu terkait
“Polres Humbang Hasundutan berkomitmen untuk melindungi hak-hak korban dan menegakkan keadilan dengan berbagai pendekatan yang sesuai dengan prinsip-prinsip hukum,” jelasnya.
Sementara itu, pantauan awak media, proses mediasi kasus kekerasan anak SD yang digelar di Aula Mapolsek Pollung tersebut, selain dihadiri para keluarga korban dan keluarga terduga pelaku, hadir juga Camat Pollung Imron Banjarnahor, Kanit Reskrim Polsek Pollung Bripka Rizal Sitorus bersama sejumlah penyidik dari Satreskrim PPA Polres Humbahas, Kabid PTK Dinas Pendidikan Kabupaten Humbahas Imelda Huta Gaol, Kasek UPT SD Negeri 054 Parsingguran II Rahelpina Sidabutar.
Berdasarkan kutipan surat perdamaian yang didapatkan media ini, kasus kekerasan RS terhadap DS yang terjadi pada hari Jumat (31/1/2025) lalu, resmi berakhir secara damai dan ditandatangani kedua belah pihak.
Dalam isi surat itu, terduga pelaku RS mengakui perbuatannya telah mencengkram leher baju DS, dan secara tidak sengaja kukunya mengenai leher korban. Ia juga meminta maaf terkait sempat ditendangnya korban sehingga mengenai pantat korban.
“Namun apa pun yang saya lakukan itu bukan ada niat saya untuk membuat anak didik kami menjadi takut. Justru mereka sudah kami anggap sendiri sebagai anak kandung. Tak ada niat kami untuk melakukan kekerasan. Untuk itu saya mohon maaf khususnya kepada orang tua dari siswa kami, atas kekhilafan saya tersebut”, ucap RS.
Orang tua DS, Sudung Sihombing bersama salah satu keluarga korban lainnya, Roy Ganda Sihombing, tampak terbuka lebar dan mau menerima permintaan maaf RS tersebut.
Hanya saja Roy Ganda Sihombing sempat sedikit menyesalkan, mengapa kasus tersebut harus menunggu viral dulu baru ada pengakuan dari RS sehingga berujung minta maaf.
Kata dia, sehari setelah terjadi dugaan kekerasan terhadap DS, keluarga korban dengan itikad baik sudah mendatangi pihak sekolah, yakni Sabtu (1/2/2025). Namun sayangnya, kata Roy, orang tua korban pulang tanpa mendapatkan pengakuan dari RS dan pihak sekolah.
“Kemudian Senin (3/2/2025), kami juga datang bersama keluarga lain, namun lagi-lagi kedatangan kami tidak berhasil mendapatkan keterangan atau penjelasan yang sesungguhnya dari yang bersangkutan mau pun pihak sekolah”, ungkapnya.
Setelah dua kali gagal untuk mendapatkan pengakuan maupun itikad baik dari RS, pada Senin siang, keluarga korban pun lantas menghubungi awak media dan meminta berita soal dugaan kekerasan anak itu diekspos.
“Dan benar saja, hanya beberapa jam, berita tersebut viral, dan setelahnya rombongan dari pihak sekolah lalu ramai-ramai datang ke rumah korban”, sambung Roy.
Namun begitu, ia menyebut keluarga korban tidak lagi mempermasalahkan hal tersebut dan sudah memaafkan RS. Namun mereka meminta supaya ke depannya, saat proses belajar mengajar, DS dipastikan tidak akan mendapatkan tekanan fisik dan psikis.
“Jangan karena kasus ini anak kami malah makin tertekan di sekolah. Itu permintaan kami harus secara jelas”, pungkas Roy. (Rusmani simanullang)
Komentar