RAKYATNUSANTARA.ID, SUBANG – Suasana Desa Neglasari, Kecamatan Pagaden, Kabupaten Subang, Minggu (29/12/2024) lalu, lebih ramai dari biasanya. Sekitar 1.000 orang memadati wilayah yang dikenal sebagai lumbung pangan tersebut. Ya, ribuan warga memadati kantor desa untuk menghadiri ruwatan bumi.
Kepala Desa Neglasari H Ita Abdul Hamad mengatakan, kegiatan ruwatan bumi merupakan bentuk syukur atas limpahan rejeki dari Yang Maha Kuasa. Salah satunya adalah bentuk rasa syukur atas keberhasilan panen serta dimulainya penanaman padi dan tanaman produksi lainnya.
“Hasil tanaman padi dan buah-buahan kami pajang dan kami pamerkan kepada seluruh warga supaya menumbuhkan rasa syukur dan memberikan motivasi dan semangat pagi seluruh penduduk desa,’’ kata H Ita kepada Rakyat Nusantara di Kantor Desa Neglasari.
Dia lebih lanjut mengatakan, rangkaian peristiwa tidak hanya sekadar pawai hasil bumi, namun juga turut menampilkan kesenian daerah, wayang golek hingga organ tunggal. Warga tumpah ruah di pusat keramaian desa. “Kami ingin warga berkumpul bersama, guyub dan saling bersilaturahim. Aapalagi acara juga dilanjutkan dengan santunan kepada anak yatim dan kaum dhuafa,’’ ujarnya.
Turut hadir pada kegiatan tersebut, Camat Pagaden H Muhammad Rudi, Kapolsek Pagaden Kompol Dede Suherman, Danramil Pagaden Kapten (Inf) Wahyu Triono, para kepala dusun serta pengurus RT-RW se-desa Neglasari.
Sekadar diketahui, upacara ngaruwat bumi di Subang, Jawa Barat, telah berumur ratusan tahun. Namun kesakralannya sebagai tradisi masyarakat agraris tetap terasa. Ngaruwat bumi adalah ungkapan syukur atas hasil yang diperoleh dari bumi. Pengharapan setahun kedepan, serta penghormatan kepada leluhur. Ruat dalam bahasa sunda artinya mengumpulkan dan merawat. Yang dikumpulkan dan dirawat adalah masyarakat dan hasil buminya.
Ruwatan bumi juga disebut hajat bumi, menggenapi rangkaian upacara yang digelar sebelumnya, seperti : upacara hajat solok, Mapag Cai, mitembiyan, netepkeun, nganyarkeun, hajat wawar, ngabangsar, dan kariaan. Mayoritas diantaranya terkait proses pertaian, khusunya budidaya padi. Dengan tradisi ruwatan bumi, padi memiliki tempat istimewa. Padi atau beras, dalam keyakinan masyarakat setempat, tidak hanya sebagai bahan pangan. Padi diyakini bermula dari aktivitas dewi-dewi sehingga bersifat sakral dan segala proses menghasilkannya dipandang suci. (irzan)
Komentar